Postingan

Menampilkan postingan dari 2023

Teruntuk Diri

Teruntuk Diri dan Kota Malang, Hujan terus-terusan membasahi kota ini Kota yang memberikan sejuta kenangan indah dan pilu Disini di kota ini kamu merakit hampir seluruh kekuatan hatimu yang kamu miliki Di kota ini, banyak sekali kesadaran yang kemudian hinggap dalam dirimu Kamu berhasil memaknai apa sebenarnya arti hidup ini Dalam setiap gugusan persahabatan dan cinta Kehidupan mu yang memang sedari dulu tidak sempurna, lalu kau berhasil cerna Kamu berhasil menangkap makna disetiap Langkah yang kamu lalui Keberhasilan itu bukan lah sebuah akhir Namun sebuah perjalanan batin Dendam dan pilu yang kau piara Kini sudah berada di ambang muara Ia bersiap untuk melaju ke lautan tanpa batas Ia tak lagi mengalir tak berarah Ia bersiap lepas walau masih bernafas Ia sudah tidak menempel pada diri yang marah Selayaknya hujan, kamu dibasahi oleh kasih yang tak terhitung Walau dengan gemuruh suara luar seperti petir dan rintik Namun walau dingin yang dibawanya Sejuk kehangatan yang pada akhirnya dit

7:06 PM \\ 10 Maret 2023

Perasaan yang sudah tertuai hitungan bulanan lamanya kini semakin meledak-ledak namun juga dalam saat yang bersamaan semakin meredeup dan mati. Lain bukan lagi-lagi karena merasa gagal dalam menjalani peran yang seharusnya dijalani, lagi-lagi juga karena rasa malu yang menghampiri dan menikam sepi menerjang penuh dengan penyesalan. Rasa ini, rasa yang ingin sekali rasanya ingin ku ingatkan kepada Tania dihari esok dan seterusnya untuk jangan sampai merasakan ini kembali. Sakit dan perih rasanya, ingin sekali berteriak dan menangis tersedu namun apa daya diri hanya tertawa ketus dan mencemooh berbisik "sudah kubilang, jangan terlalu berharap dan berlebihan".  Dibiarkan termenung oleh ketidak pastian dan kejelasan yang menghantui sunyi rasanya kaya anjing, ya? Pedih. Berseru "Gak sudi Aku merasakan perasaan seperti ini lagi" penuh dengan amarah dan rasa sedih yang kalut. Membuat diri merasa kecil dan tidak penting bukan tanggung jawab siapapun melainkan diri sendiri.

TeruntukMu

Diri kini merasa semakin jauh Tenggelam dalam kata hikmat nan sesat yang berbunyi "Ah bisa nanti" Jauh dan letih aku, Bodoh Aku sungguh Aku ingin kembali "dekat" kepadaNya Apa pula yang aku jalani sehari-hari kebelakang Penuh makna memang, namun tetap kosong melompong Bahagia? Aku Bahagia! Namun, apa Bahagia yang sebenarnya itu? Padahal ketenangan lah yang kupuja selama ini Lepas tak terkendali Aku sudah Arus yang nyaman ternyata berlalu begitu saja seperti angan Ku mohon, ku mohon kembalilah Kembalilah ke akal sehat pikiran dan perasaan ku Amin

Bisik Yang Sendu Dan Merdu

Tanya tak kunjung deras hari ini Bukan, bukan karna tak ada lagi kalimat tanya dalam diri Melainkan diri tlah membiarkannya larut dan hanyut Terbuai dan Terisak dalam fakta yang menggebu Rupanya masih sama, menenangkan penuh dengan keliru Keliru akan tafsir yang menghampiri kelabu Beberapa hari yang lalu diri melamun Dalam Lamunannya ia berbisik kencang dan merdu Dikatakannya, Jika memang bukan Tidak perlu dipaksakan Melainkan dipertahankan akan tali ikatan yang tidak melulu berkutat selaras Bukan menjadi penghibur berias warna warni dengan rambut kribo -nya Tetapi menjadi insan yang melepas penuh rasa Percaya bahwa yang melewatkan bukan lah untuknya Serta yang untuknya tidak akan pernah melewatkannya

Gelap Yang Redup

Sepatah kata pun tak bersua membisu diam Termenung jingkrak dalam benak  Jemari yang berkutat tuk mengerti Tak sebanding dengan dia yang kasat mata Dimana akal sehat mu, Mba? Tenggelam dalam nestapa yang pelik' Menggaungkan tanya, bersilat lidah Iringan lampu hingar bingar, diam kamu berisik! Berpijak pada kelengahan yang elok Bertajuk suara dan suara, saja Bakar saja benak yang menggenang itu Walau kau tahu, Sama halnya dengan menghancurkan gelapnya samudera yang redup

Sejenak, Dirayakannya Pedih Yang Layu

Satu dua gelas tumpah melebur malam ini Menepikan setetes air yang menggenang Bersua dalam teriak bisiknya penuh duka Diam, Kecupkan kerasnya kebodohan itu Malapetaka datang membawa berita baik Enggan tuk mengalah pada dia yang nyata Lebur sudah segala asa yang tlah didamba Tanya enggan tuk berlari, lelah sudah  Damai, berdamai kiranya dia damai Spekulasi tajam menikam menghakimi Tersandung lengah tak mawas diri Lambat laun pun akan pergi Lem putih berusaha merekatkan yang tlah padam Redup langit gelap menceritakan tawa Tangis riang bergotong royong menanggulangi Dia yang belum pergi, dimohon tuk sejenak berhenti

Berbincang Aku Menggigil

Udara terasa mencekam malam ini Keheningan yang terlihat dari diri Kegaduhan yang terucap dari tatap Bisiknya terlontar dalam duduk yang tegap Tegar menahan segala rasa yang bertaut Elok tajam diri mu direnungkan tak mau tau Kemana perginya dirimu malam ini, Mas? Hangat tawamu dirindukan cuaca malam ini Sembunyi Aku dalam pertemanan ini Namun ternyata menjadi bumerang pahit dalam diri Ketakutan yang terasa benar, sedang keberanian yang terasa salah kali ini Ingin rasanya memaki diri yang bertajuk fana tegar diri ini memastikan mana yang nyata ku gali dan ku gali lebih dalam kemudian terbuang percuma malah terlihat dangkal semakin ku merasa tahu semakin asing dirimu, Mas semakin ku merindu semakin benci aku diam, diam, kumohon diam gaduh mu sosok yang harusnya tak mampir

Mengumpat Ia Berkutat

Dibalik cermin ia mengumpat dari bayangnya Agar tak terungkap yang selalu berulang Diam-diam berbisik lirih tak bersuara Namun lantang dan gagah berteriak dalam tatap Melangkah kedepan seperti mundur Berlari ke belakang seperti menggali kubur Menerka segala asa yang mungkin ada Dalam segala rasa yang semakin tak reda Dirimu tidak spesial, dirimu tidak spesial Sudah cukup dengan dirimu yang pasti tanpa khayal Tetapi angan tak mungkin cukup tuk dipacu Waktu yang kini masih menjadi lacur