Kedataran mendatangkan Malapetaka.

Suara mendering sangat pekik,
sampai dalam mimpi, semula dalam laut,
lalu dalam panggung.


Aku beranjak dari singgahsana ternyaman,
untuk membanjiri luka berjalan dengan elemen sendu nan tenang.
Bersiap untuk bertemu dengan sumber senyum,
dan kontemplasi di hari lalu.


Ritual bercermin hari ini
tidak seperti hari-hari, bulan-bulan,
dan tahun-tahun lalu.
Tidak ada senyum atau kembang api
dalam diri yang menghampiri,
hanya ketegaran dan upaya
untuk tetap kokoh,
disusul dengan diafragma
yang kembang kempis terlalu lama.

Hari ini aku masih berupaya untuk bangkit,
masih berjuang untuk melangkah,
mengulurkan seluruh tenaga
yang alam bawah sadarku pun meronta,
berteriak tuk pergi.
Ombak yang sejuk dan tenang,
gemuruh kicauan burung
yang berlarian di langit,
senantiasa menemani
dalam dunia yang lain.

Aku rindu,
aku rindu tidak terikat,
kekufuran bahkan sudah
tak layak untuk diperdebatkan,
maupun dipertimbangkan.


Aku bersyukur,
namun kesyukuranku
tak mampu meniadakan rasa lara
yang begitu dalam kurasakan
setiap harinya.

Aku berada di ambang ambiguitas,
antara datar dan curam.
Entah terlalu rata, aku tak bisa seimbang,
atau terlalu ekstrim, aku tak bisa terima.


Kebahagiaan tak sukar tuk datang,
pembohong kalian, pendusta!
Mana janji manis
semua akan baik saja,
asal mendapat tiupan arah angin
dari pembuat bayi?

Tapi di balik semua ini,
ada harapan yang tak pudar,
meski tergerus oleh arus waktu.
Kedataran ini adalah panggung,

tempatku menari di antara bayang-bayang,
meski setiap langkahku bergetar,
aku akan tetap melangkah,
mencari cahaya di ujung lorong gelap.


Kedataran ini, meski penuh malapetaka,
akan kujadikan latar belakang
untuk melukis mimpi-mimpi baru,
memecah kesunyian dengan suara harapan,
dan merajut kembali senyuman
yang hilang dalam kerumunan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teruntuk Diri

Udara yang baru membawa sejuta kenangan biru

7:06 PM \\ 10 Maret 2023