Tawa ku yang Letih, Berbicara
Tawa ku letih, Tawa ku lelah. Ia berteriak tersedu-sedu rintih karna harus selalu menjadi garda terdepan dalam setiap peperangan, ketika tawa ingin duduk sejenak ia dipaksa untuk keluar. Ia dipaksa untuk bekerja, ia dipaksa untuk melawan. Melawan pilu nya hidup, bekerja demi menghidupi lilin yang sudah hampir habis terbakar.
Tawa ku tak tahu menahu apa penyebabnya, kenapa harus aku yang melewatinya, bagaimana cara menghadapinya, kapan bertemu dengan jawabannya, tawa ku babak belur mati-matian senantiasa menemani diriku dalam sendu dan sakit. Tawa ku sudah hampir kehilangan makna dan moralitas dalam benar-benar mengetahui mana yang patut untuk disalami dan mana yang sebenarnya tak patut untuk dihampiri. Tawa ku bingung dan heran, dalam diam dia ingin sebuah kebenaran. "Mana yang harus kupercaya sekarang?", Tawa ku mulai gelisah kenapa terus-terusan dia yang harus berkelana dan berekenalan dengan banyak perkiraan. "Dimanakan amarah itu?" , "dimanakah air mata itu?", Tawa ku terus menerus bertanya pada diriku, kemana perginya mereka karna Tawa harus menggantikan peran nya terus menerus. Tawa ku bingung harus terus menerus disandingkan oleh mereka dalam bayang tanpa kabar yang jelas.
Tawa ku kini sudah hampir kehilangan jiwanya. Hampir lenyap dan hilang, tak berdebar lagi jika keluar ia semakin pudar. Tawa ku memohon tuk biarkan dirinya beristirahat sejenak, jangan lagi paksa tuk dikeluarkan jika memang belum betul-betul waktunya. Tawa ku hampir hilang dalam perang yang tak ada bayangan.
Maka kukatakan padanya, "Istirahatlah tawaku". Ia tersenyum dan terlelap.
Komentar
Posting Komentar