Mari nikmati segala rupa yang menyapa hati

Tulisan ini bukan semerta merta ditujukan untuk seseroang, bukan pula untuk diri. Tulisan ini merupakan rakitan yang memang di tuang dalam rangka menumpahkan serpihan lautan benak dalam diri. Begini bunyinya,


Benarkah jika tangis air mata melulu merepresentasikan sebuah emosi yang terlalu? 

Terlalu Bahagia, terlalu sedih, serta terlalu sakit? Rasanya sulit untuk mengkategorikan perasaan yang melulu timbul beberapa waktu belakangan ini. Ingin sekali rasanya mengeluarkan air mata, agar plong katanya dan kadang memang benar adanya.

Namun, jika pahit manis, luka sembuh, sedih bahagia, dan utara selatan yang terus terusan melebur dalam perasaan dan pikiran ini menjadi satu, aku harus bilang itu apa kalau bukan menjadi manusia? Haha, tak perlu dijawab juga Kok. Itu hanya pertanyaan retorika.

Sedalam samudera rasanya aku mencari dia yang ingin aku cintai dan ingin bisa dicintai, namun rasanya Kunto Aji paling ahli dalam hal itu, seperti lirik dalam judul lagunya yang berjudul 'Rehat' bersenandung "yang dicari hilang yang dikejar lari yang ditunggu yang diharap biarkanlah semesta bekerja". Lagi-lagi aku manusia si hopeless romantic ini melulu mempertanyakan status nya.

Pertanyaan-pertanyaan seperti, kapan ya aku bertemu dia? Siapa ya yang bisa menyandung dan disandung? Bagaimana ya rupa dan sosok yang bisa akhirnya kurajut dan terajut? Dasar, Jomblo.

Padahal, sudah berulang kali berteriak yang harusnya dicari itu bukan dia yang bisa bikin Bahagia tapi yang harusnya dicari itu diri yang bisa membahagiakan diri. Ah, terkesan pembelaan yang melindungi fakta akan ratusan alasan kenapa masih sendiri ya lama-lama.

Lalu mungkin bukan hari ini, mungkin juga bukan esok hari atau bulan-bulan serta tahun-tahun kedepan aku dipertemukan dia yang ku inginkan dan ku butuhkan. Tapi suatu saat nanti. Hm, waktu memang tidak pernah menjanjikan apa-apa. Kita nya saja sebagai manusia yang terlalu menjadikan waktu sebagai tolak ukur sebuah harapan dan ekspektasi, padahal waktu cuma bisa menjanjikan bahwa ia akan terus berjalan tak perduli apapun yang terjadi.

Ternyata sesederhana menjalankan hari ini dalam hari ini dan untuk hari ini tidak semenyedihkan dan tidak seberbahaya itu ya, karna kadang leher pun sakit jika tak henti menoleh kebelakang dan menoleh keatas berharap mendapat jawaban dari ketiganya untuk ketiganya Ketika jawaban itu pun semestinya tidak melulu harus dicari apalagi didapat.

Bisa karna terbiasa dan terbiasa karna bisa, ucapku seringnya. Rahang memang selalu enteng dibanding mata dan diri yang harus memandang. Hidup bukan seperti tulisan ini, yang awalnya gatau dimana dan akhirnya dimana. Sudahlah, Mari kita sejenak merehatkan beban jiwa dan pikiran yang melulu dipikul selama 23 tahun ini. Mengheningkan cipta, dimulai.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sengsara adalah kamu

Teruntuk Diri

Bali, 2021